Khutbah Jum'ah Dengan Judul MACAM_MACAM HATI

Diposkan oleh On 4:19 PM

 MACAM MACAM HATI 

Oleh Masyhur Amin ِِ

نَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ….

Jamaah jum’at Rahimakumullah Segala puji kita haturkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita, Shalawat serta salam selalu kita lantunkan kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarga, sahabat, dan kita sebagai umatnya yang senantiasa mengharapkan syafa’at di yaumul qiyamah nanti. Selanjutnya mari kita tingkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Di antara anggota tubuh yang terdapat di tubuh kita, ada satu organ yang memiliki peran sangat penting yaitu Hati. Hati merupakan raja atau pimpinan bagi anggota tubuh lainnya, hati memiliki peran penting dalam memerintahkan anggota tubuh untuk bergerak. Baik atau buruknya manusia dalam beramal dengan anggota tubuhnya tergantung dari baik buruknya kondisi hatinya. 

Rasulullah bersabda

“Ketahuilah, di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik pulalah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah dia adalah hati.” (HR. Bukhari) Oleh karena itu kita sebagai seorang muslim yang senantiasa beribadah kepada Allah harus mengetahui macam-macam ataupun kondisi-kondisi yang terjadi pada hati kita. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Macam-macam kondisi hati dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Hati yang sehat. Hati yang sehat adalah hati yang selamat. Barangsiapa yang menghadap Allah tanpa membawa hati yang sehat, maka ia akan celaka. 

Allah berfirman,

 “Yaitu pada hari ketika harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara’: 88-89) Hati yang selamat diartikan sebagai hati yang terbebas dari syahwat, keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah dan dari perkara-perkara yang syubhat, ketidakjelasan yang menyeleweng dari kebenaran. Jamaah Jum’at rahimakumullah. 2. Hati yang sakit. Hati yang sakit adalah kondisi hati yang hidup namun mengandung penyakit. Ia akan mengikuti unsur yang kuat, terkadang ia cenderung kepada kebaikan, dan terkadang ia cenderung kepada keburukan. Padanya terdapat keimanan, kecintaan, keikhlasan, tawakal kepada Allah, yang merupakan sumber kehidupan pada hatinya. Padanya juga terdapat pula kecintaan dan ketamakan terhadap syahwat, dengki, sombong, dan sifat ujub, yang merupakan sumber bencana dan kehancurannya. Terkadang dia berada pada penyeru kepada Allah, Rasul, dan hari akhir. Terkadang dia sebagai penyeru kepada duniawi. Jika ia diberi nasihat tentang kebaikan dan ketakwaan terkadang ia menerima dengan lapang dada dan terkadang dia menolak nasihat tersebut. Jamaah Juma’at rahimakumullah. 3. Hati yang mati. Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal Rabbnya. Ia tidak beribadah kepada-Nya, enggan menjalankan perintah-Nya atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan menghadirkan ridha-Nya. Hati ini selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan dimurkai oleh Allah. Jika ia mencintai, membenci, memberi, dan menahan diri, semuanya karena hawa nafsu. Hawa nafsu telah menjadi pemimpin dan pengendali baginya. Kebodohan adalah sopirnya, dan kelalaian adalah kendaraan baginya. Jika ia diberikan nasihat tentang kebaikan dan ketakwaan maka akan ditolak secara mentah-mentah. Bergaul dengan orang yang hatinya mati adalah penyakit, berteman dengannya adalah racun, dan bermajelis dengannya adalah bencana. Jamaah Jum’at Rahimakumullah. Setelah mengetahui macam-macam kondisi hati pada manusia, mari kita introspeksi diri kita masing-masing. Bagaimana kondisi hati kita? Apakah hati kita sehat? Apakah hati kita sakit? Atau bahkan hati kita mati? Mari kita senantiasa menyucikan hati dengan senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala maksiat yang Allah larang, agar kita termasuk orangorang yang beruntung bukan orang-orang yang rugi. 

Allah berfirman, 

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9-10) ِ

Jamaah Jumat rahimakumullah Monggo kito ningkataken takwo dumateng Gusti Allah, ajrih lan taat dumateng ngarsonipun Gusti Allah, kanti nindakaken sedoyo perintahipun soho nebihi sedoyo awisanipun. Kranten saking takwo meniko kito sedoyo saget pikantuk ridlone Gusti Allah lan kabegjan wonten dunyo ngantos akhirat. Hadirin Ingkang Minulyo Kito sedoyo sampun mangertos bilih mantun sholat sering dipun anjuraken maos dungo Sapu Jagat, nggih meniko:

Duh Gusti, kulo nyuwun dumateng Panjenengan kebegjan ingdalem dunyo lan akhirat, lan kulo nyuwun dipun tebihaken saking sikso neroko. (Al-Baqarah, 201) Keranten dungo meniko dungo ingkang sering dipun waos Kanjeng Nabi. Lan meniko sampun jelas bilih nggayuh kabegjan ugi kesaenan wonten dunyo lan akherat niku penting sanget, luwih-luwih kesaenan niku lumeber ngantos putro wayah kito sedoyo. Ugi sampun dijelasaken sinten kimawon nindaaken amal kesaenan bakal dipun wales kelawan ganjaran ingkang ageng kaliyan Gusti Allah. 

Gusti Allah dawuh:

Sopo wonge ngelakoni amal kesaenan, saking tiyang jaler utawi estri kanti iman, mongko yekti bakal ingsun paringi kanggo piyambake pagesangan ingkang sae lan ingsun paringi piwales kelawan ganjaran ingkang luweh sae ketimbang nopo ingkang piyambake lampahi (QS an-Nahl: 97). 

Hadirin Rahimakumullah Carane nggayuh kabegjan ugi kesaenan wonten dunyo lan akherat niku antawisipun: 

1. Sabar ingatase taat ngelampahi perintahe Gusti Allah, ngadepi musibah, pikantuk nikmat lan sakpitunggalane. 

2. Syukur kelawan ucapan lan tindakan ingatase sedoyo nikmat saking Gusti Allah ingkang sampun diparingaken dumateng kito sedoyo 

3. Ikhlas nalikane ibadah dumateng Gusti Allah, ugi mboten pamer. 

4. Ridlo utawa nompo takdir ingkang sampun dipesti kaliyan Gusti Allah 

5. Tawakkal utawa masrahaken sedoyo urusan dumateng Gusti Allah sak sampune ikhtiar. Pramilo, monggo kito sareng-sareng cancut taliwondo nggayuh kabegjan lan kesaenan, supados saget kalebet tiyang ingkang pikantuk kabegjan lan kesaenan wonten dunyo akhirat. Amiin ِ


  Khutbah TEMA MAULID NABI MUHAMMAD SHOLLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM

Diposkan oleh On 11:10 PM


KHUTBAH JUMAT TEMA MENYAMBUT MAULID NABI
   الحمد لله، أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيداً، أحمده وأشكره وأتوب إليه وأستغفره، وكفى به ولياً حميداً، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيماً لشأنه وتمجيداً، وأشهد أن نبينا محمداً عبد الله ورسوله، نبي شرح الله صدره ورفع ذكره ووضع وزره وأعلى في العالمين قدره، وجعل الذلة والصغار على من خالف أمره، بعثه الله بالهدى ودين الحق فأشاد صرح العقيدة، وأرسى قواعد الملة، وأكمل الله به الدين وأتم به النعمة، فالخير ما جاء به، والدين ما شرعه، والحق ما التزمه، فصلى الله وسلم وبارك عليه وعلى آله وصحبه خير هذه الأمة وأطوعها له وأحبها لرسوله عليه الصلاة والسلام، وأكثرها اتباعاً له، فرضي الله عنهم وأرضاهم ومن لزم هديهم ودعا بدعوتهم إلى يوم الدين. أما بعد : أيها المسلمون: أوصيكم ونفسي بتقوى الله عز وجل قال تعالى : (يا أيها الذين آمنوا اتقو الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون) قال تعالى : ( أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ) (الزمر: 22) وقال تعالى : ( فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ ) الأنعام:125
Kaum muslimin jamah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Marilah kita senantiasa berupaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Takwa dengan makna yang sesungguhnya, selalu berupaya mengabdi pada Allah dalam setiap aktivitas kita dengan penuh keikhlasan dan mengharapkan keridhoan-Nya semata. Juga selalu merasa khawatir dan takut jika perbuatan yang kita lakukan membawa kita kepada kemurkaan Allah SWT.
Hadirin sidang jumat yang berbahagia
Masih terasa segar dalam ingatan kita nuansa semarak memperingati hari kelahiran nabi besar Muhammad saw di berbagai tempat. Rasa kecintaan untuk meneladani kehidupan Rosulullah masih bergelorah di dalam dada. Semangat untuk mendalami kehidupan keseharian Rosulullah yang penuh kesederhanaan semakin membakar setiap jiwa insan yang mengaku sebagai umat beliau.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad kecuali untuk menjadi rahmat sekalian alam” (Al-Anbiyah: 107)
Rosulullah bukan hanya menjadi rahmat buat kaum muslimin yang menjadikan beliau sebagai panutan dan contoh sejati dalam merealisasikan ketaatan kepada Allah, dalam bersosialisasi sehari, menjadi ayah, menjadi suami, menjadi kakek, menjadi panglima, menjadi Pengusaha bahkan menjadi seorang pemimpin Negara sekaligus Pemimpin Ummat. Tetapi Rosulullah juga adalah rahmat untuk alam sejagat ini, yang di sana hidup manusia-manusia yang tak pernah tahu dan mau tahu buat apa mereka diciptakan oleh Allah. Dengan diutusnya Rosulullah saw ke dunia, dengan membawa cahaya islam, Islam telah mampu merubah kehidupan umat manusia ke arah kehidupan yang penuh makna, menerangi denagn ilmu pengetahuan dan kemakmuran.
Kaum Muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
pada saat situasi dan kondisi sekarang ini, dimana mana sedang mencari seorang panutan yang ideal yang patut dicontoh, sebagaimana Al-Quran sejak 14 abad yang lalu telah menegaskan:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh terdapat dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik” (Al-Ahzab: 21)
Seorang sosok pribadi yang mulia, yang begitu mencintai umatnya, saat kematian akan menjemput beliau yang beliau ingat dan pikirkan adalah umatnya. Hari-hari Rosulullah pun semasa hidupnya adalah memperhatikan bagaimana umatnya mendapat kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akherat.
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang berbahagia
Saat ini kita masih berada dalam bulan rabiul awal yang mulia, yang mana bukan hanya pada bulan ini saja Rosulullah dilahirkan tetapi pada bulan ini juga beliau diwafatkan oleh Allah SWT, kisah wafatnya begitu menyayat hati kalau kita mengingatnya kembali. Kisah wafatnya Rosulullah sungguh akan menggugah jiwa-jiwa beriman, duka itu masih berbekas walaupun sudah 14 abad berlalu jika kembali untuk dikenang.
Seorang sahabat Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Ketika Rosulullah mendekati ajalnya, beliau mengumpulkan kami di rumah ‘Aisyah. Beliau memandang kami tanpa sepata kata, sehingga kami semua menangis menderaikan air mata. Lalu beliau bersabda: “Semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kalian. Aku berwasiat agar kalian bertakwa kepada Allah. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah. Kalau sudah datang ajalku, hendaklah Ali yang memandikan aku, Fudlail bin Abbas yang menuangkan air, dan Usman bin Zaid membantu mereka berdua. Kemudian kafani aku dengan pakaianku saja manakala kamu semua menghendaki, atau dengan kain Yaman yang putih. Ketika kalian sedang memandikan aku, letakkan aku di atas tempat tidurku di rumahku ini, yang dekat dengan liang kuburku nanti. ”
Mendengar itu, seketika para sahabat menjerit histeris, menangis pilu, sambil berkata: ” Wahai Rasulullah, engkau adalah utusan untuk kami, menjadi kekuatan jamaah kami, selaku penguasa yang selalu memutusi perkara kami, kalau Engkau sudah tiada, lalu kepada siapakah kami mengadukan semua persoalan kami!?”
Rasulullah Saw bersabda: “Aku sudah tinggalkan untuk kalian jalan yang benar di atas jalan yang terang benderang, juga aku tinggalkan dua penasehat, yang satu pandai bicara dan yang satu pendiam. Yang pandai bicara yaitu Al-Qur’an, dan yang diam ialah kematian. Manakala ada persoalan yang sulit bagi kalian, maka kembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnahku, dan andaikan hati keras seperti batu, maka lenturkan dia dengan mengingat kematian.”
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah
Rosulullah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tersenyum. Anas bin Malik melanjutkan ucapannya: “Ketika aku di depan pintu rumah Aisyah, aku mendengar Aisyah sedang menangis dengan kesedihan yang mendalam sambil mengatakan, “Wahai orang yang tidak pernah memakai sutera, wahai orang yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, wahai orang yang telah memilih tikar daripada singgahsana, wahai orang yang jarang tidur di waktu malam karena takut Neraka Sa’ir.”
Kaum Muslimin jamaah Sholat jumat yang di muliakan Allah
Begitulah ungkapan Aisyah seorang istri Rosulullah yang menyadarkan kita bahwa begitulah keseharian Rosulullah tatkala beliau masih hidup. Padahal beliau adalah orang yang telah dijamin Allah untuk masuk surge. Kini sudah 14 abad berlalu saat Rosulullah meninggalkan umatnya, tetapi ajaran beliau selalu hidup dan akan selalu menghidupkan hati orang-orang beriman. Ada beberapa hal yang hendaklah selalu diingat dan diwujudkan, sebagai wujud kecintaan kita kepada Rosulullah saw:
Pertama: Ikhlas dan mengikuti tuntunan Rosululllah dalam beribadah
Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt dalam firmannya:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً [الكهف:110]
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)
Rosulullah saw bersabda:
عائشة رضي الله عنها من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد . أخرجه الشيخان
Barang siapa melakukan amalan bukan sesuai dengan tuntunanku maka ia ditolak. (HR. Bukhori Muslim)
Kedua : Konsisten dalam ketaatan kepada Allah SWT
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah
Saat Umar bin Khattab berteriak lantang dengan penuh kesedihan sambil menghunus pedangnya sambil mengucapkan: “Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad telah mati akan aku tebas lehernya”.
Setelah Abu bakar menutup kembali kain panjang yang menutupi wajah Rosulullah yang mulia, tetesan air mata mengalir membasahi pipi dan janggutnya, ia kemudian bangun dan melangkah keluar menjumpai Umar. Ia tahu perasan Umar yang tidak dapat menerima kehilangan Rasul. Dia sendiri sedang bergelut dengan kesedihan yang amat dalam. Lalu dia pun berseru dengan nyaring. Seruan itu ditujukan kepada semua yang hadir terutama kepada Umar. “Barang seiapa menyembah Nabi Muhammad, sesungguhnya Rasulullah benar-benar telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah,maka Allah tidak pernah mati dan abadi selama-lamanya.”
Kemudian beliau membacakan sebuah firman Allah dalam Al-Quran:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul. Sudah berlalu rasul-rasul lain sebelumnya. Kerana itu, Apakah jika Muhammad meninggal dunia atau terbunuh, kamu akan murtad dan kembali kepada agama nenek moyang kamu? Sungguh barang siapa murtad kembali kepada agama nenek moyang, tidak sedikit pun menimbulkan kerugian kepada Allah SWT. Dan Allah akan menganjarkan pahala bagi orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran:144)
Tiba-tiba Umar terjatuh lemah di atas kedua lututnya. Tangannya menjulur kebawah bagaikan kehabisan tenaga. Keringat dingin membasahi seluruh badanya. Bagaikan baru hari itu dia mendengar ayat yang sudah lama disampaikan oleh Rasul kepada mereka. Kini hatinya benar-benar tersentak. “Benarlah baginda telah pergi untuk selama-lamanya. Kau pergi meninggalkan kami yang amat mencintaimu,” rintih hati Umar.
Dan tangis kecintaan tersebut terus merambat ke hati para sahabat dan ke seluruh hati umat sehingga akhir zaman. Kecintaan orang beriman kepada Rasulnya yang tidak pernah putus sekalipun oleh kematian karena kecintaan atas dasar iman itu tetap lestari dan abadi.
Walau Rosulullah telah tiada, ketaatan kepada Allah harus terus adalah selamanya.
Ketiga : Meneladani kehidupan Rosulullah
Banyak sisi dari kisah kehidupan Rosulullah yang mesti diteladani oleh umat islam, apalagi pada saat sekarang ini, bangsa kita sangat membutuhkan pemimpin yang dapat membimbing bangsa yang bukan hanya selamat dari krisis global, tapi yang lebih penting dari pada itu seorang pemimpinyang juga dapat membimbing bangsa hingga mereka selamat di akherat kelak.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh terdapat dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik” (Al-Ahzab: 21)
Keempat : Mencintai Rosullullah
Mencintai Rosulullah adalah kewajiban, membela kehormatan Rosulullah merupakan keharusan, karena itu adalah tanda dari keimanan. Sebagaimana sabda Rosulullah dalam hadist shahih:
عن أنس رضي الله عنه: لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ووالده والناس أجمعين
Kelima: Berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunah
Umat saat ini sangat dituntut untuk benar-benar kembali kepada Al-Quran dan Sunah sebagaimana pesan Rosulullah ketika akan wafat, itulah yang akan membimbing mereka menuju keselamatan di dunia dan akherat.:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ [الأنعام:153].
“Ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (Al-An’am : 153)
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بهدي سيد المرسلين. أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين، فاستغفروه، إنه هو الغفور الرحيم.

KHUTBAH JUM'AT - Memperingati ISRA' MI'RAJ Nabi Muhammad Shollallahu 'Alaihi Wasallam

Diposkan oleh On 2:12 AM




Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ للهِ وَحْدَهُ، نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرُ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا.
 أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى اْلأَمَانَةَ وَنَصَحَ لِلأُّمَّةِ وَتَرَكَنَا عَلَى الْمَحْجَةِ الْبَيْضَاءِ لَيْلَهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيْغُ عَنْهَا اِلاَّ هَالِكٌ
 اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَتِهِ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي الْخَاطِئَةِ الْمُذْنِبَةِ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِي مُحْكَمِ التَّنْزِيْلِ بَعْدَ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ :
يَا أَيُّهَا الََّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (آل عمران : 102)
وَقَالَ فِي أَيَةٍ أُخْرَى : سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (الإسراء : 1)
Ma’asyiral muslimin sidang jama’ah jum’at rahimaniy wa rahimakumullah
Pertama-tama, marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita kepada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita mengalami peningkatan dan perbaikan.
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad saw). Wahai orang-orang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad saw).” (QS. Al-Ahzab [33] : 56)
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah
Manusia hidup dalam tiga dimensi waktu: masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Orang yang baik adalah orang yang pandai mengambil pelajaran dari masa lalu untuk menentukan sikap hari ini dan merencanakan masa depan, sehingga hari ini bisa lebih baik dari hari kemaren dan besok bisa lebih di atas tingkat prestasi yang dicapai dari pada hari ini.
Dalam konteks itulah Isra’ Mi’raj yang merupakan peristiwa masa lampau tetap relevan diambil sebagai pelajaran untuk kita jadikan acuan hidup di zaman sekarang agar masa depan kita jauh lebih berkualitas dari pada hari ini atau pun kemaren.
 
Ma’asyiral muslimin sidang jama’ah jum’at rahimaniy wa rahimakumullah
Kalau kita perhatikan, hampir setiap bulan dalam kalender Islam memiliki nilai sejarah. Kalau kita bicara Muharram misalnya, kita diingatkan pada peristiwa hijrah. Di bulan Ramadhan kita bertemu dengan Nuzulul Qur’an. Di bulan Dzul Hijjah membawa kita ke peristiwa Idul Qurban. Kita menjumpai Idul Fitri di bulan Syawwal. Kita bersua dengan Maulid Nabi di bulan Rabi’ul Awwal. Dan ketika perjalanan hidup kita tiba di bulan Rajab, kita diajak mengembara, merasakan ke-MahaBesar-an Allah bersama peristiwa menakjubkan: Isra’ dan Mi’raj.
Al-Qur’an memang bukan kitab sejarah, tetapi al-Qur’an banyak menceritakan peristiwa bersejarah. Dan kalau kita tela’ah gaya bahasa yang digunakan al-Qur’an dalam menceritakan peristiwa bersejarah itu ternyata berbeda-beda.
Sangat istimewa sekali, bahwa untuk mengisahkan peristiwa Isra’ Mi’raj, Allah memulai ayat-Nya dengan kalimat tasbih. Allah berfirman:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Dalam ayat ini Allah memulainya dengan kalimat “سُبْحَانَ” (Maha Suci Allah). Banyak peristiwa yang diceritakan Al-Qur’an, tetapi jarang sekali diawali dengan kalimat Tasbih. Ketika al-Qur’an menceritakan bagaimana fir’aun dan bala tentaranya ditenggelamkan di Laut Merah, itu peristiwa hebat, tapi tidak dimulai dengan kalimat Tasbih.
Kalau untuk memaparkan peristiwa Isra’ Mi’raj Allah memakai kalimat Tasbih, tentulah bukan suatu kebetulan. “سُبْحَانَ الَّذِي” (Maha Suci Allah). Maha Suci dari segala kelemahan. Maha Suci dari segala sifat kekurangan. Maha Suci dari segala kesia-siaan. Allah mempertaruhkan kesucian-Nya untuk menjamin kebenaran peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Pertanda bahwa Isra’ Mi’raj bukan peristiwa biasa. 
Ma’asyiral muslimin sidang jama’ah jum’at rahimaniy wa rahimakumullah
Kalimat selanjutnya: “أَسْرَى” berasal dari kalimat “سَرَى – يَسْرِي ” (artinya berjalan), yang kemudian dibentuk menjadi muta’addi dengan menambahkan Hamzah di awalnya: “أَسْرَى – يُسْرِي – إِسْرَاءً” (artinya memperjalankan).

Dari kalimat itu tampak bahwa dalam peristiwa Isra’ Mi’raj yang aktif sebenarnya Allah. Karenanya tidak heran jika nabi berangkat dari Mekkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina, lalu naik ke langit ke tujuh, naik lagi ke Baitul Makmur setelah itu ke Shidratul Muntaha, hingga tiba di bawah ‘Arsy menerima perintah shalat, melakukan kunjungan ke Syurga dan Neraka, kemudian kembali lagi ke Mekkah, hanya memakan waktu tidak lebih dari sepertiga malam. Kenapa tidak? Allah-lah yang memperjalankan. Nabi sendiri pasif, sekedar diperjalankan dan terima beres. Andai kata Rasul berjalan sendiri, jelas beliau tidak akan sanggup menempuh jarak yang demikian jauh dalam waktu sesingkat itu. Oleh karena itu, dalam memahami peristiwa Isra’ Mi’raj jangan memakai logika manusia, tetapi harus menggunakan logika ke-MahaKuasa-an Allah.
Dahulu Abu Jahal, Abu Lahab dan kawan-kawannya memahami peristiwa Isra’ Mi’raj ini dengan logika berfikir manusia, terang saja mereka tidak bisa mencerna. Padahal kalau sedikit saja mau merenungi ayatnya, orang tidak akan kesulitan memahami Isra’ Mi’raj. Peristiwa Isra’ Mi’raj itu kehendak Allah, bukan kehendak Rasulullah SAW.
Ma’asyiral muslimin sidang jama’ah jum’at rahimaniy wa rahimakumullah
Kemudian lanjutan ayat terdapat kalimat: “عَبْدِهِ” (hamba-Nya).  Kenapa Allah tidak menggunakan kalimat lain, misalnya langsung saja disebut nama Nabi: سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِمُحَمَّدٍ (Maha Suci Allah yang telah memperjalankan Muhammad)?
Ada dua pengertian yang dikandung kata “عَبْدِهِ” (hamba-Nya) dalam ayat tersebut:
Pertama: Kata “hamba” itu menjelaskan bahwa Nabi Isra’ Mi’raj dengan ruh dan jasad. Sebab, orang hanya akan dipanggil hamba kalau punya jasad dan ruh sekaligus.
Kedua: Kalimat “عَبْدِهِ” juga menjelaskan bahwa Nabi Muhammad itu oleh Allah benar-benar telah diakui sebagai hamba-Nya. Mungkin kita bertanya, “Apakah kita bukan hamba Allah?” Tentu kita ini hamba Allah, tapi kata siapa? Kalau kata kita, itu namanya pengakuan. Kita mengaku sebagai hamba Allah. Boleh-boleh saja. Tetapi apakah pengakuan kita itu juga diakui oleh Allah, ini yang jadi masalah. Mengaku sebagai hamba Allah masih menyimpan tanda tanya besar tentang bukti empiris dari pengakuan tersebut, sementara panggilan “hamba” dari Allah merupakan penilaian tersendiri dari Allah atas realitas ke-hamba-an kita. Nabi Muhammad, Allah-lah yang mengakuinya benar-benar sebagai hamba-Nya.
Ma’asyiral muslimin sidang jama’ah jum’at rahimaniy wa rahimakumullah
 
Kalimat selanjutnya “لَيْلاً” (pada suatu malam). Kata ini memakai bentuk mufrad (tunggal) untuk menunjukkan satu. Ayat ini mengindikasikan bahwa Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah dalam peristiwa Isra’ Mi’raj ini pada malam hari dan waktunya hanya satu malam (bahkan hanya sepertiga malam). Kenapa Nabi diperjalankan pada malam hari? Karena menurut kebiasaan kabilah Arab yang mayoritasnya berprofesi sebagai pedagang, mereka melakukan perjalanan jauh pada malam hari agar tidak merasakan panas teriknya matahari di tengah gurun sahara pada siang hari. Begitu juga Nabi Isra’ Mi’raj ini adalah untuk menghadap bertemu dengan Allah SWT. Waktu terbaik untuk menghadap bermunajat kepada Allah juga adalah pada malam hari.
Ma’asyiral muslimin sidang jama’ah jum’at rahimaniy wa rahimakumullah
Hakikat dan tujuan Isra’ Mi’raj hanya Allah yang Maha Tahu. Tetapi di penghujung ayat itu kita menjumpai kalimat: “لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا” (Agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebenaran Kami).
Seluruh pemandangan dan peristiwa yang dilihat dan dijumpai Nabi sepanjang perjalanan merupakan sebagian kecil dari tanda-tanda kebesaran Allah. Dan itu merupakan tamsil, contoh, dan pelajaran bagi kita yang hidup di zaman sekarang. Misalnya ketika Nabi melihat orang yang mencakar-cakar mukanya dengan kukunya sendiri. Beliau bertanya, “Ya Jibril, itu orang macam apa?” Jibril yang pada perjalanan Isra’ Mi’raj bertugas sebagai pendamping menjelaskan, “Muhammad, itulah contoh dari ummatmu yang suka menjelek-jelekkan saudaranya sendiri”.
Sesama muslim adalah bersaudara seperti satu tubuh. Jika yang satu sakit yang lain ikut merasa sakit. Seorang muslim terinjak yang lainnya ikut merasa pedih. Refleks tanpa harus menunggu undangan. Sehingga logis jika seorang muslim yang suka menjelek-jelekkan saudaranya digambarkan seperti orang yang mencakar-cakar mukanya sendiri. Seperti kata pepatah, “Menepuk air di dulang, terpercik ke muka sendiri”.
Lalu Nabi melihat orang yang dipotong lidahnya. Kata Malaikat Jibril, “Muhammad, itulah tamsil dari umatmu yang suka membuat fitnah, tukang bikin gosip.
Kemudian beliau menjumpai orang memikul kayu. Bebannya tampak sudah berat, akan tetapi, beban yang sudah membuat jalannya terseok-seok itu makin ditambah. Makin berat makin ditambah, begitu seterusnya. Sehingga Nabi merasa heran dam bertanya, “Jibril, apa lagi ini?” Jawab Malaikat Jibril, “Muhammad, itulah gambaran ummatmu yang dipercaya untuk memikul suatu amanat, tetapi sebelum dilaksanakan dia sudah menerima amanat yang lain. Akhirnya bertumpuk-tumpuk di pundaknya. Dia diberi jabatan dan tak mampu menunaikan, namun ketika dikasih lagi dia mau, diberi lagi dia terima lagi, dan seterusnya. Demikian banyak jabatan yang dirangkap, tapi tak satupun yang berhasil dilaksanakan.
 
Di tempat lain Nabi menyaksikan sekelompok orang yang bercocok tanam. Anehnya, saat itu menanam saat itu juga pohon itu berbuah. Tiap kali dipetik seketika itu keluar lagi buahnya. Kata Malaikat Jibril, “Wahai Muhammad, itulah sebuah potret ummatmu yang gemar memberikan bantuan kepada orang yang memang memerlukannya. Mereka rajin sedekah, membantu fakir miskin, menyantuni anak yatim, memberikan bantuan kepada pembangunan masjid, menyelenggarakan dakwah, pendidikan dan semacamnya”.
Jadi orang yang rajin membelanjakan hartanya di jalan Allah itu ibarat orang yang sekali menanam dan terus menerus memanen buahnya. Sehingga milik kita yang sebenarnya bukanlah apa yang ada pada diri kita sekarang ini. Uang kita yang sesungguhnya adalah uang yang sudah kita belanjakan di jalan Allah
Dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa yang disaksikan Nabi Muhammad SAW sebagai pelajaran bagi kita ummatnya sekaligus merupakan sebagian kecil dari tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Ma’asyiral muslimin sidang jama’ah jum’at rahimaniy wa rahimakumullah
Isra’ Mi’raj sesungguhnya adalah batu ujian. Setelah terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj tampak di antara orang-orang yang beriman makin mantap imannya, yang ragu-ragu makin kembali kepada kekafirannya, dan yang memang sudah kafir kian hebat kekafirannya.
Kelompok pertama yang makin mantap imannya diwakili oleh Abu Bakar Shiddiq RA. Ketika diceritakan orang bahwa Nabi Muhammad berangkat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, lalu ke Shidratul Muntaha, dan kembali lagi ke Mekkah hanya dalam waktu semalam, beliau menjawab, “Kalau memang Muhammad yang cerita, jangankan cuma ke Masjidil Aqsha di Palestina, lebih dari itupun saya percaya”. Sejak peristiwa Isra’ Mi’raj itulah mulai tampak mana yang benar-benar beriman, mana yang setengah-setengah, dan mana yang memang kafir.
Maka bersyukurlah kita yang hidup di zaman yang jauh dari zaman Rasulullah, kita belum pernah berjumpa dengan Nabi, belum pernah mendengar tuturan beliau, juga tidak pernah menyaksikan gerak langkah perjuangan beliau, tetapi kita percaya akan peristiwa Isra’ Mi’raj. Jauh lebih beruntung dari pada mereka yang hidup di zaman Nabi, tapi mereka tidak mau beriman.
Hanya saja yang perlu kita catat, bahwa berbicara dan memperingati Isra’ Mi’raj bukanlah pesta pora, melainkan bercermin. Betapa ilmu pengetahuan manusia ada batasannya. Bahkan titel paling akhir tidak lain adalah almarhum. Setiap manusia berjalan ke arah sana. Untuk itu marilah kita menyiapkan diri kita untuk melangkah ke arah itu.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
                                                              Khutbah Kedua
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ، وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.